Sunday, September 23, 2012

Ambar Murtilina Bisnis Roti dengan Modal Rp100 Ribu




Dengan modal Rp100 ribu, ia memberanikan diri untuk merintis bisnis roti. Kini pelanggannya semakin banyak. Malah, tahun ini 70 warung siap menjadi distiributor.
Semenjak dulu, Lina (38), begitu perempuan ini disapa, memang bercita-cita menjadi pengusaha sukses. Tapi semua itu baru terwujud setelah ia lulus kuliah dan bekerja di perusahaan swasta. Lina menimba ilmu di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 4 dengan Jurursan Tata Boga di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Setelah lulus sekolah ia melanjutkan ke Akademi Perhotelan di Universitas Sahid, Jakarta. Berbeda dengan teman-temannya, Lina tergolong mahasiswa yang tak betah berdiam diri.
Waktu senggang kuliah ia pakai untuk bekerja di salah satu pasar swalayan sebagai marketing. Keluwesan dan ketekunan inilah yang membuat Lina cepat mendapat pekerjaan setelah lulus kuliah.
Ia bekerja di perusahaan bakery ternama yang memproduksi donat. Namun begitu, ia merasa tidak betah. Pasalnya, perusahaan tersebut menempatkan Lina pada posisi marketing. “Padahal saya lebih suka di bagian produksi donat,” jelasnya.
Setahun kemudian Lina pun mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ia bertekad untuk memulai bisnis. “Yang terpikir saat itu hanyalah bisnis warung nasi,” jelasnya. Tanpa pikir panjang, Lina pun membuat warung nasi tak jauh dari rumahnya. Namun sayang, bisnis ini hanya bertahan enam bulan. Warung nasinya tutup dan ia pun merugi.
Lina tidak menyerah. Pada tahun 2009 ia mendapat kabar mengenai pelatihan cara pembuatan roti di UKMKU asuhan Wulan Ayodya. “Kebetulan saya memang suka dengan roti dan saya ingin tahu bagaimana cara pembuatannya,” ceritanya. Dari situlah kemudian Lina berpikir untuk membangun bisnis roti. Menurutnya, roti itu makanan yang disukai oleh semua orang, dari anak kecil sampai orang dewasa. “Tapi, bukan berarti membuat bisnis roti itu mudah. Apalagi saya merupakan pendatang baru yang harus bersaing dengan merek roti lainnya,” jelasnya.
Lina pun membuat pembeda di bisnisnya ini. Ia membuat roti tanpa bahan pengawet dan harga yang murah. “Karena setahu saya saat ini banyak roti yang menggunakan bahan pengawet dan harganya mahal. Nah, saya ingin beda dari yang lain,” tuturnya.
Bisnis roti Lina resmi berdiri pada tanggal 4 Maret 2009 dengan modal Rp100 ribu. Uang itu ia belikan untuk terigu dan aneka selali. “Ternyata uang Rp100 ribu itu bisa untuk membuat roti selama seminggu,” jelasnya. Lina baru tahu ternyata membuat roti tidak memerlukan banyak terigu. Di hari pertama produksi misalnya, ia hanya menghabiskan 1kg tepung. “Dari 1kg tepung itu saya bisa membuat 45 buah roti,” ucapnya.
TERUS BERKEMBANG
Setiap hari, produksi roti Lina semakin bertambah. Dari 1kg per hari, terus bertambah hingga 10 kg per hari. Roti-roti yang sudah diproduksi ia kirim ke warung-warung terdekat untuk dijual. Di sinilah Lina kerap mendapatkan coba-cobaan. Roti buatannya kerap ditolak. Apalagi ketika mendengar roti tersebut dibuat di rumah. “Hah, roti rumahan? Pasti aneh rasanya” begitu kata orang-orang pada saat awal-awal ia menitip jual roti.
Apalagi para pemilik warung sudah terbiasa dengan roti buatan pabrik. “Ketika mendengar roti rumahan mereka langsung aneh,” jelas Lina. Dari 15 warung yang didatangi olehnya, hanya 5 warung yang bersedia dititipkan roti. Padahal Lina sudah memberikan contoh roti untuk dicoba secara cuma-cuma. “Namun mereka tetap tidak mau,” katanya.
Lina tak mau putus asa. Ia tetap mencari warung-warung lain yang mau menerima roti buatannya. Dari 20 roti yang dititipkan di satu warung, hanya 1 atau 2 roti yang laku. Selebihnya si pemilik warung memulangkan roti-roti tersebut. Kondisi ini tak berjalan lama. Lina semakin bangkit dan terus memperbaiki kualitas rasa roti tersebut. Dan hasilnya sangat mengejutkan. Roti-roti itu habis terjual. Sampai-sampai si pemilik warung meminta Lina untuk mengirimkan kembali roti-roti tersebut. Berhubung banyak permintaan, akhirnya warung-warung yang sempat menolak roti buatan Lina pun berubah pikiran. “Mereka segera menghubungi saya dan minta dikirim roti,” ceritanya sambil tersenyum.
Berhubung permintaan semakin tinggi, Lina pun mulai keteteran. “Setiap hari saya mendapat telepon bertubi-tubi, pesannya hanya satu, mereka minta dikirimi roti segera,” kata perempuan kelahiran Jakarta 2 Juni 1974 ini. Mau tidak mau, Lina pun mengganti cara produksi roti tersebut. Ia mulai memproduksi dengan jumlah yang besar. Tak hanya itu, ia juga mengemas roti-roti itu dalam plastik bening agar terjaga kebersihannya. Setiap mengantar Lina akan bertanya kepada pemilik warung, apa saja kekurangan pada produknya. “Dari situ saya terus belajar dan belajar untuk menghasilkan roti yang lezat,” jelasnya.
Ia juga membuat inovasi dalam varian rasa roti, tak hanya roti cokelat, kacang hijau, kelapa, dan stroberi, namun ia juga membuat roti piza. Roti berbentuk makanan khas Italia ini dibuat mungil. Rencananya ia akan memproduksi massal roti piza setelah Lebaran tahun ini. “Awalnya coba-coba tapi ternyata peminatnya banyak,” tuturnya sabil tersenyum. Tak hanya varian rasa yang akan dikembangkan oleh Lina, ia juga menargetkan distributor roti-roti buatannya. “Kalau bisa tahun ini 70 warung yang menjual roti buatan saya. Saya yakin pasti berhasil,” tutupnya.

Dikutip dari http://www.majalahsekar.com/dunia-usaha/profil/457-ambar-murtilina-bisnis-roti-dengan-modal-rp100-ribu

No comments: